Joey Alexander, Musisi Jazz Termuda di Indonesia
Apakah kamu salah satu penikmat musik aliran jazz? Mungkin nama-nama seperti Ireng Maulana, Indra Lesmana, Tohpati, Tompi, Barry Likumahua, atau Boy Karinding (Filipina) sudah familiar di telingamu.
Tapi saat ini ada bintang muda jazz lainnya yang sedang bersinar juga, lho. Ya, dia adalah Joey Alexander. Bocah yang baru berusia 10 tahun ini sudah memukau banyak orang dengan permainan pianonya. Mau tahu lebih lengkap tentang musisi muda berbakat ini? Yuk scrool down mouse kamu.
Joey Alexander merupakan bocah kelahiran Denpasar, 25 Juni 2003. Sedari kecil Joey sudah akrab dengan musik. Orang tua Joey yang memang penggemar musik jazz tidak jarang membawanya melihat berbagai pertunjukkan jazz. Diusianya yang keenam, Joey meminta untuk diikutkan les piano.
Karena kesukkaannya akan musik jazz, permainan piano jazz Joey menarik perhatian musisi-musisi senior jazz di Bali sehingga ia kerap diajak ‘manggung’ bersama mereka. Kepindahan keluarga Joey ke Jakarta di tahun 2011 tidak mematahkan kecintaannya akan jazz. Di bawah bimbingan Nita Aartsen dan Indra Lesmana, kemampuan piano Joey pun semakin berkembang.
Karier Joey di dunia internasional dimulai ketika ia diundang UNESCO untuk bermain piano solo pada Desember 2011. Saat itu ikon jazz dunia, Herbie Hancock, yang ketika itu menjadi duta PBB ikut menyaksikan penampilan Joey. Hal ini semakin mengukuhkan semangat Joey untuk mendalami jazz.
Usaha keras Joey pun berbuah ketika ia memenangkan grand prix dalam the 1stInternational Festival Contest of Jazz Improvisation di Odessa, Ukraina. Saat itu, Joey berhasil mengalahkan 43 kontestan lainnya dari 15 negara.
Nama Joey Alexander Sila tiba-tiba saja menyedot perhatian banyak orang. Gara-garanya, pianis cilik berusia 11 tahun ini masuk dalam koran
The New York Times di halaman satu. Salah satu koran terpopuler di Amerika Serikat itu menulis judul
He's a Jazz Virtuoso Who Can Barely See Over a Baby Grand.
Kemunculannya di
The New York Times itu membuat heboh. Apalagi koran itu juga mempopulerkannya lewat akun Twitter-nya: RT @nytimes: Joey Alexander might be the most talked-about child prodigy that jazz has seen in a while
http://t.co/NUr3L4dy2J
Joey Alexander sudah lama dikenal di panggung
jazz Indonesia. Dia sering
manggung di berbagai pentas
jazz Tanah Air. Tapi, di New York namanya baru muncul setahun ini. Dia pertama kali dikenal saat muncul di pentas
jazz di Lincoln Center dan mendapat sambutan hangat. Album debutnya,
My Favorite Things (Motema), keluar pekan ini dan langsung diminati pecinta
jazz, Dia juga menandatangani kontrak pentas untuk beberapa bulan mendatang, termasuk satu di Jazz Festival Newport pada Agustus 2015.
Joey pindah dengan orang tuanya ke New York setahun lalu, dengan bantuan tokoh-tokoh
jazzseperti peniup terompet Wynton Marsalis. Joey menyebut Wynton "pahlawan saya" di Facebook.
Siapa Joey Alexander? Tubuh bocah 10 tahun itu mungil. Matanya dibingkai kacamata Rip Curl bergagang hitam tebal. Sekilas, ia mirip Daniel Radcliffe, pemeran Harry Potter. Dengan padanan kaus merah, celana jins, sepatu kets, dan jaket hitam, penampilan Josiah Alexander Sila, atau lebih dikenal dengan nama Joey Alexander, tak jauh berbeda dengan anak sebayanya.
Tapi Joey menolak disebut masih kecil. “Jangan tulis saya pianis cilik, ya. Pianis
aja,” kata putra Denny Sila dan Fara Urbach itu dengan mimik serius saat bertemu dengan
Tempo di sebuah kedai roti di Pondok Indah Mall 1, Jakarta Selatan, Rabu siang lalu. “Kan tahun ini saya sudah 11 tahun.
Udah gede itu.”
Tapi pianis cilik itu bukan bocah biasa. Juni tahun lalu Joey meraih Grand Prix dalam 1st International Festival-Contest of Jazz Improvisation Skill, di Odessa, Ukraina. Dia mengalahkan 43 peserta final dari berbagai negara yang berumur lebih tua darinya. Kata para juri yang berasal dari berbagai negara itu, kepiawaian Joey bermain piano adalah anugerah Tuhan.
Di usianya yang masih belia, Joey juga berpentas di acara Jazz Spot di Kemang, Serambi Jazz Goethe Hauss, Jakarta International Jazz Festival, World Youth Jazz Festival di Kuala Lumpur, dan pernah diundang UNESCO bermain di depan ikon jazz dunia, Herbie Hancock. Maret tahun ini, dia juga bakal tampil di Java Jazz Festival membawakan lagu komposisinya sendiri bersama musikus senior, Barry Likumahuwa dan Sandy Winarta.
Anak yang lahir dan tumbuh di Denpasar, Bali, itu sudah tampak bakat musiknya sejak berumur 6,5 tahun. Dengan keyboard mungil merek Casio yang dibelikan sang ayah, Joey kecil lihai memainkan lagu Thelonius Monk, Well You Needn’t. Cara Joey bermain keyboard membuat kaget Denny dan Fara. Keduanya akhirnya mendaftarkan Joey ke sekolah musik Purwacaraka dan berlanjut ke sekolah musik klasik Farabi di Jakarta.
Menurut Fara, guru Joey ketika itu terpesona melihat bakat sang anak. Sementara murid lain mempelajari satu lagu butuh waktu berbulan-bulan, Joey hanya butuh tiga pekan. Bahkan ada lagu yang bisa dipelajari Joey dalam tiga hari saja. “Pak Purwacaraka pernah mendengar Joey main piano sambil tutup mata. Katanya, cara Joey bermain piano sempurna, seperti anak kuliahan,” ujarnya.
Namun, pada usia 7 tahun, Joey memilih belajar secara otodidaktik di rumah, didampingi sang ayah. Joey tak lagi mengambil kursus musik karena di tengah jalan terpikat oleh jazz. “Saya bisa sih, mainin musik klasik. Tapi saya lebih suka jazz, karena enggak harus sesuai partitur. jazz itu terbuka. Pada jazz, saya menemukan kebebasan, spontanitas, dan ekspresi,” ujarnya dengan tuturan yang runtut seperti orang dewasa. “Tapi kebebasan di sini bukannya enggak ada aturannya, ya, karena mesti ada pertanggungjawaban saya sebagai pianis.”
Banyak bocah berbakat musik di negeri ini. Surabaya, misalnya, bikin kejutan dengan memunculkan sejumlah pianis klasik cilik. Sepuluh murid Studio Musik Sienny Surabaya belum lama ini menang dalam The American Protégé International Music Talent Competition 2012 di New York. Mereka adalah Beatrice, Martha Noviana, Rui Fernando, Ryan Ferguson, Janice Carissa, Gabriella Prisca Handoko, Michelle Harianto, Jazzlyn Thedrica Cheryl Wibawa, Jesslyn Cheryl Handoko, dan Aurelia Estrella Handoko. Dua yang pertama sudah dewasa, tapi yang lain masih belasan tahun dan anak-anak. Jesslyn adalah yang termuda, saat itu baru 5 tahun, tapi dialah yang terpilih sebagai juara pertama yang mengalahkan ribuan anak dengan jenjang usia yang berbeda dari berbagai negara.